Kamis, 22 November 2012

Beban pelajaran dikurangi

Ramai-ramai berita di media informasi yang menyatakan kalau beban pelajaran siswa terlalu berat
http://edukasi.kompas.com/read/2012/10/10/18494514/Wamendikbud.Akui.Beban.Pelajaran.Siswa.Terlalu.Berat

Sebenarnya, apa yang membuat pelajaran ini menjadi berat bagi siswa ?
Suatu pelajaran menjadi berat dan menjadi beban bagi siswa, jika ilmu yang dipelajari jauh dari masalah kehidupan, jauh dari kondisi lingkungan siswa yang belajar. Suatu ilmu menjadi beban, bila sulit untuk diterapkan. Sayang sekali bila waktu para siswa dihabiskan untuk mempelajari ilmu yang jauh panggang dari pada api, sudah susah mempelajarinya, susah pula untuk menerapkannya. 

Pengalaman penulis ketika mengunjungi sebuah sekolah dipedesaan, sambil berbincang-bincang saya coba meminjam buku kimia apa yang mereka pegang. Tertulis pada judul buku, kimia disekitar kita, tapi sayang isinya tidak menunjukan kita yang berada diwilayah pedesaan. Kalau meminjam istilah anak muda sekarang " kita yang mana, elu kali gua kagak". Wajar saja kalau siswa mengeluh sulitnya mempelajari ilmu kimia, karena kalaupun sudah bisa memahami isi buku, belum tentu juga bisa diterapkan di desanya. Padahal banyak sekali ilmu kimia yang bisa di ramu untuk diajarkan khusus diwilayah pedesaan, dengan demikian belajar kimia menjadi lebih menyenangkan, tidak menjadi beban dan bisa langsung diterapkan di rumahnya.

Banyak sekali penduduk desa yang pintar-pintar mengungsi ke kota, karena amat disayangkan kalau sudah pintar tapi tetap tinggal didesa dan hanya bisa menjadi petani yang miskin. Mengapa ini bisa terjadi, hal ini disebabkan karena ilmu yang mereka pelajari tidak dapat diterapkan didesa, dan hanya bisa diterapkan di kota, jadi wajar saja kalau banyak penduduk desa yang pindah kekota, padahal desanya kaya akan sumber daya alam dan membutuhkan orang-orang cerdas untuk mengelolanya.

Pendidikan yang salah sasaran, hanya akan menjadikan beban bagi siswa dan hanya membuang waktu muda dengan sia-sia. Akibatnya yang terjadi adalah pendidikan berorientasi izasah, hanya izasahnya sajalah yang dapat dimanfaatkan untuk melamar pekerjaan di kota, sedangkan ilmunya hanya sampai untuk mendapatkan izasah. Amat disayangkan, sudah banyak waktu yang dikorbankan juga biaya. Pendidikan seperti ini membuat desa ditinggal oleh penduduknya, karena ilmu yang didapat, atau izasah yang diperoleh baru dapat dirasakan manfaatnya apabila pindah kekota.

Penulis menyarankan materi pelajaran yang diberikan disesuaikan dengan kondisi lingkungan masing-masing wilayah, tidak perlu disamakan secara nasional. Ilmu yang diberikan mengutamakan mengatasi permasalahan yang dialami oleh masyarakat sekitar. Misalnya untuk anak sd,smp,sma di wilayah pedesaan, mata pelajarannya lebih difokuskan pada pengembangan sumber daya alam wilayah desanya. dengan demikian belajar jadi lebih menyenangkan, dapat diterapkan langsung dan tidak menjadi beban. 

Penulis pribadi merasa senang apabila kurikulum nasional di kurangi, tapi bukan berarti jam belajarnya disekolah dikurangi, sisa waktu yang cukup banyak dapat dimanfaatkan oleh para guru untuk memberikan ilmu tambahan yang sesuai denga kondisi wilayahnya masing-masing.

mengutip pernyataannya renald kasalali  dalam tulisannya "Maka ketika pemerintah di sini berencana mengurangi beban pelajaran siswa sekolah, ada rasa syukur di hati saya.  Namun kalau pengurangan semata-mata dilakukan hanya sekedar untuk mengurangi jumlah subyeknya saja, bisa jadi kita akan bermuara ke “nowhere” juga.  Apalagi kita mengabaikan prinsip-prinsip pembentukan masa depan anak dengan mempertahankan subyek-subyek yang hanya akan disampaikan secara kognitif belaka."  untuk lebih lengkapnya dapat dibaca pada link berikut :

 

Rabu, 14 November 2012

KURIKULUM 2013



Tujuh mata pelajaran untuk SD di kurikulum baru 2013 (http://www.sekolahdasar.net/2012/10/7-mata-pelajaran-untuk-sd-di-kurikulum.html).

Menanggapi beberapa tulisan baik pro dan kontra mengenai pengurangan mata pelajaran dan perubahan mata pelajaran IPA dan IPS menjadi pengetahuan umum. 

Kurikulum nasional adalah kurikulum yang berlaku nasional diseluruh penjuru tanah air, baik itu di pedesaan, daerah pinggir pantai, pegunungan ataupun perkotaan, berlaku mata pelajaran yang sama dengan isi materi yang sama. Ada beberapa mata pelajaran, yang memang isi materinya dapat disamakan untuk seluruh penjuru tanah air, misalnya pelajaran Agama, PPKn, Penjas, Matematika, Pengetahuan Umum, Bahasa Indonesia dan Bahasa Asing. Tapi ada juga beberapa mata pelajaran yang isinya disesuaikan dengan kondisi masing-masing wilayah, misalnya mata pelajaran IPA, Kesenian, dan bahasa daerah.

Mata pelajaran IPA untuk wilayah pesisir pantai berbeda dengan mata pelajaran IPA untuk wilayah pegunungan, pedesaan dan perkotaan. Mata pelajaran kesenian dan bahasa daerah, untuk wilayah jawa berberbeda dengan wilayah sumatra, kalimantan, bali dll. 

Sebaiknya kurikulum itu terbagi menjadi dua, ada kurikulum nasional yang berlaku untuk seluruh wilayah indonesia dan mengatur mata pelajaran yang memang hasus sama diseluruh indonesia, dan ada kurikulum daerah, dimana materi pelajarannya disesuaikan dengan kondisi wilayah masing-masing.

Penulis pribadi, mendukung pemerintah mengurangi jumlah pelajaran di tingkat SD dengan harapan dapat mengurangi jumlah jam duduk dikelas bagi siswa SD, menggantinya dengan aktifitas belajar diluar kelas. 

Penulis juga mendukung mata pelajaran IPA tidak dimasukan kedalam kurikulum nasional di tingkat SD, tapi bukan berarti ditiadakan, penulis berharap sekolah tetap mengadakan pendidikan IPA dengan materi yang disesuaikan dengan wilayah masing-masing dengan cara penyampain yang tidak kaku dan tidak selalu didalam kelas. Bagi sekolah sekolah yang berada di pesisir pantai, pendidikan IPA ditingkat SD dapat dilakukan dengan mempelajari pengetahuan tentang dunia laut, dan bagi daerah pertanian dapat mempelajari pengetahuan tentang ilmu pertanian, pada intinya materi IPA disetiap wilayah di izinkan untuk berbeda-beda.

Mengenai pendidikan karakter, karena karakter itu lebih baik diajarkan lewat keteladanan, bukan lewat teori, oleh sebab itu perlu adanya guru yang beragam. Guru yang beragam yang penulis maksud adalah mencari guru dari luar, diluar orang-orang yang berprofesi sebagai guru, misalnya adalah pedagang yang sukses, petani sukses, peternak sukses dll, mereka dapat diminta untuk mengajar dikelas yang berhubungan dengan keahliannya. Para murid bisa belajar lebih mendalam dan realistis, langsung pada ilmu-ilmu sederhana yang dapat diterapkan, bukan belajar ilmu yang rumit jauh panggang dari pada api, sehingga untuk diterapkan perlu banyak syarat dan kondisi ideal.

Penulis pribadi kurang setuju bila hanya orang-orang yang berprofesi guru saja yang mengajar di kelas, atau hanya orang-orang yang bersertifikat kependidikan saja yang boleh mengajar, mengapa demikian, karena diluar sana, orang-orang yang bukan berprofesi guru, banyak sekali orang-orang yang sudah sukses mengolah ilmu menjadi ilmu yang bisa diterapkan pada kehidupan sehari-hari, orang-orang sukses yang sudah berhasil menerapkan ilmunya dimasyarakat inilah yang seharusnya menjadi guru.

Pada umumnya guru/dosen adalah orang orang yang kehidupannya dari SD hingga Perguruan Tinggi tidak jauh-jauh dari dunia sekolah, akibatnya wawasannya terbatas lebih banyak sekitar dunia sekolah, mereka adalah orang-orang yang sukses di dunia sekolah tapi belum tentu di dunia luar sekolah. Sementara orang-orang yang belajar, banyak yang berharap agar ilmunya bisa membantunya sukses di dunia luar sekolah, bukan hanya sukses didunia sekolah. Oleh sebab itu sekolah-sekolah diharapkan dapat membuka kesempatan pada orang-orang yang sudah berhasil dalam usahanya untuk mengajarkan ilmunya disekolah, meskiun dia bukan orang yang berpendidikan. Perlu kita sadari bahwa orang yang berilmu itu bukan hanya orang-orang yang bersertifikat, begitu pula dengan guru, banyak sekali diluar sana yang layak disebut guru, guru bangsa, tapi tidak tersertifikasi karena portofolionya tidak ada.

Jadi harapan penulis, sekolah harus membuka diri, siapa saja yang berilmu dan sudah banyak pengalamannya dalam menerapkan ilmunya dia berhak menjadi guru, dan yang namanya ilmu itu tidak hanya ilmu-ilmu yang ada dibuku, tidak hanya ilmu-ilmu yang sudah terdaftar. Kita sadari banyak sekali ilmu diluarnya sana yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari yang belum terpetakan, belum dikatagorikan sebagai ilmu pelajaran sekolah, padahal pada kenyataanya ilmu itu dibutuhkan dan mempengaruhi kesuksesan seseorang.

Demikian coretan saya, sekedar berbagi pemikiran, bila ada yang kurang jelas silahkan ditanyakan, apa yang saya fikirkan sekarang dapat berubah sewaktu-waktu disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan zaman. Terimakasih, bagi yang sudah membaca hingga baris ini, semoga bermanfaat.